Translate

Friday, June 6, 2014

KIPI #10 : Teori Anchor

Bismillahirrahmanirrahiim.. 
Sebuah kado notes kecil di Facebook dari seorang kawan sejati yang meskipun jauh ditampaknya namun dekat dikenyataannya, dihati :)
Uhibbi Ukhti Fillah Muthi'ah Sa'idah..
semoga barakah bagi kita semua :) 
Allahummaamiin..

=====================
June 5, 2014 at 6:51pm
KIPI (Kuliah Intensif Psikologi Islam) #10

Kamis, 5 Juni 2014. 16.20 WIB - 17.40 WIB.

In the name of Allah The Most Gracious, The Most Merciful :)

Ada yang berbeda dari KIPI yang saya ikuti kali ini. Entah, saya merasa banyak point yang bisa menjadi bahan perenungan :D

Alhamdulillah, pada kesempatan kali ini saya di beri izin, kelapangan, serta kemudahan oleh Allah untuk melangkahkan kaki, menuju ruang G-100 Psikologi UGM, menuntut ilmu mengenai Psikologi Islam yang di bawakan oleh Bapak Bagus Riyono. Banyak ilmu yang saya dapat melalui materi yang beliau sampaikan :)

Kesempatan kali ini, beliau menyampaikan mengenai TEORI ANCHOR.

Apa itu teori anchor? Saya pun di awal bertanya-tanya. Tetapi semakin ke sini, insyaAllah kita akan mengenal, apa itu teori anchor :) (meski belum mendalam, minimal bisa mengenal :))

Bismillah, saya berusaha me-recall memory. Saya mengharap kritik dan masukan temen-temen ya, jika ada yang kurang tepat :D
 Di awal, slide pertama yang saya saksikan adalah slide berisi statement bahwa , “Manusia memiliki kebebasan untuk memilih.
 Salah satu bentuk kekuasaan-Nya, yaitu memberi kewenangan kepada hamba-Nya untuk memilih. Melalui proses kognisi dan afeksi yang di karuniakan kepadanya. Ada manusia yang memilih mengabaikan ‘SOP’ (Standar Operational Prosedure) (Al-Qur’an-red) yang telah Dia karuniakan kepada kita, namun ada pula manusia yang begitu senang hati mengikutinya.

Memilih apa? Memilih apapun. Tindakan, sikap, penilaian, persepsi, ekspresi, jalan hidup, keputusan, dan lain sebagainya :)

Lantas, pertanyaan selanjutnya adalah, “Bagaimana kita (manusia) memanfaatkan kebebasan yang di amanahkan kepada kita?.” Tentu masing-masing kita memiliki jawaban yang tidak mesti sama.

Mari kita hayati, bahwa masa depan kita bersifat R.U.H. Yaitu, RISK, UNCERTAINLY, & HOPE. Penuh dengan resiko, tidak pasti, dan merupakan sebuah harapan. Sesuatu yang belum nampak, tetapi baru bisa di prediksi dengan usaha yang bisa di amati. (sunnatullah-red)

Lalu, apa yang harus kita anggap sebagai resiko yang harus kita hindari?

Contoh sederhananya, kita ini hidup ingin selamat atau benar??? Mungkin terlihat mudah untuk menjawabnya, tetapi sejatinya di butuhkan perenungan yang tidak sederhana.
Terkadang ketakutan kita hanyalah karena bayang-bayang kita sendiri.

Kepada apa atau siapa kita akan menggantungkan harapan (hope)?

Kita tentu membutuhkan jawaban atas semua pertanyaan itu. :)

Dan, jawaban yang kita pilih akan menentukan kualitas diri kita.

Lantas, apakah ANCHOR itu?

Dalam hal ini, anchor di definisikan oleh Pak Bagus Riyono sebagai ;
1. Sesuatu yang memberikan ketenangan & kestabilan. Jawaban-jawaban itulah yang di sebut anchor.
2. Sesuatu yang kita jadikan andalan untuk menjalani kehidupan ini.
3. Tempat kita bergantung.
4. Tempat kita berlabuh, pulang. Istilahnya home sweet home.
5. Alasan dari perilaku kita, atau yang popular kita kenal dengan istilah motif. Anchor maknanya lebih luas dibandingkan dengan motif. Motif adalah bagian dari anchor.

Maka, alurnya adalah ;
Kita sebagai manusia, memiliki kebebasan untuk memilih à Kita sebagai manusia selalu menghadapi R.U.H. (Risk, Uncertanly, & hope) yang selalu membuat gelisah à karena gelisah, kita selalu mencari Anchor (jawaban atas pertanyaan di atas).

Contohnya, mengapa kita melakukan ini-itu? Niatnya untuk apa? Alasannya apa? Tujuannya apa?

Maka dapat di tarik kesimpulan awal bahwa, teori anchor ini bisa kita sebut dengan teori tentang niat :)

Setiap manusia gelisah --> karena gelisah --> mencari Anchor.

Contohnya lagi, Mengapa Anda datang ke sini? Saya datang ke sini untuk mencari ilmu. Lalu ilmu itu untuk apa? Sebagai bekal untuk menjalani hidup yang lebih terarah.

Dari jawaban di atas kita bisa mengambil kesimpulan, bahwa sejatinya manusia itu mencari ketenangan dan berusaha untuk senantiasa yakin akan kehidupannya. Kembali pada tujuan awal, mencari ketenangan.
 Proses mencari itu adalah sebuah proses yang dinamis :’) akan mudah berubah. Seiring berkembang pula pengalaman, informasi, serta kognisi kita.

“Life is in search of Anchors.”

Lalu ada pertanyaan menarik yang bisa menjadi bahan refleksi.
 “Adakah orang yang tidak mencari Anchor?”
 Teori ini ibarat berlian. Memiliki banyak sisi. Di mana apabila kita melihat dari satu sisi, dia tetap merupakan bagian dari sisi yang lain, tak terpisah. Namun bisa di lihat dari manapun.
 Pertanyaan selanjutnya adalah,
 “Apa saja pilihan kita? Dan, apa yang seharusnya kita pilih?”
 Ada sebuah perkataan dari seorang yang terkemuka,

“MATILAH SEBELUM MATI.”


What does it means?
 It means…

Temukan anchor sebelum kita benar-benar mati :’) (berpisah ruh dengan jasad).
 Ketika kita ingin bahagia dunia & akhirat, maka mari kita temukan anchor itu sebelum mati…
 Ada sebuah contoh juga,
Belum tentu orang yang sejak kecil hidup di lingkungan yang islami, secara otomatis ia sudah menemukan anchor. :"
 Salah satu contoh nyata ketika seseorang menemukan anchor adalah, ketika pada awalnya ia belum mengenal dan menganut ajaran islam, hingga akhirnya menjadikan/memilih ajaran islam sebagai jalan hidupnya.

Mengapa bisa begitu?

Karena islam itu tidak di wariskan / turunan. Ia adalah PILIHAN dan Allah telah menurunkan PETUNJUK.

HIDUP INI ADALAH PERJALAN MENCARI ANCHOR. PERJALANAN MENCARI JAWABAN.

Lalu selanjutnya, “Apa saja yang dapat menjadi anchor?”

1. Others : orang terdekat kita. Bisa keluarga, tetangga, saudara, dsb. Dan ketika seseorang menjadikan others ini sebagai anchor/tempat bergantung, maka akan menimbulkan perilaku taklid (sekadar ikut-ikutan). Menggantungkan hidup kita kepada orang lain.

2. Self : diri kita sendiri. Dan ketika seseorang menjadikan self ini sebagai anchor, maka perilakunya akan mengarah ke perilaku sombong. Membanggakan serta mengangungkan diri sendiri. Mengandalkan serta bergantung pada diri sendiri. Padahal, belum tentu kita bisa sepenuhnya dan selalu mengandalkan diri kita sendiri. Ada kalanya kita down, sedih, dsb.

3. Materials : materi atau benda. Contohnya saja materi yang berupa uang atau harta, maka akan memunculkan koruptor. Orang-orang yang menumpuk kekayaan, padahal belum tentu itu adalah haknya.

4. Virtues : ide, sesuatu yang baik, meaningful, sesuatu hal yang positif tetapi abstrak. Bisa juga berarti hikmah, kearifan, kebijaksanaan. Nah, pada taraf ini, manusia menjadikan GOD (ALLAH STW) sebagai anchornya. Dan ketika seseorang menjadikan virtues ini sebagai anchornya, maka ia cenderung akan lebih memaknai, mengambil pelajaran, dari setiap fase kehidupannya. Musibah yang di lalui maupun anugerah yang ia terima, ia maknai secara bijaksana.

Ada juga istilah anchor fatalistik, yaitu bergantung kepada Allah, tetapi tanpa ilmu. (semoga kita tidak termasuk di dalamnya).
 Alhamdulillah, hikmah yang saya ambil dari materi yang saya dapat hari ini adalah ;

1. Saya ini sedang dalam masa pencarian. Hanya saja, saya tidak tahu pasti, saya sudah sampai kilometer berapa.

2. Saya harus senantiasa memperbaharui anchor saya. Memperbaiki kualitasnya, menambah kekuatannya. Karena diri ini pada dasarnya merasa gelisah dan mencari ketenangan.

3. Ketenangan akan kita dapatkan, ketika kita menjadikan Allah sebagai anchor kita dalam kehidupan ini :’)

Wallahu a’lam bish showab, semoga yang sedikit ini bermanfaat. Saya memohon ampun kepada Allah jika ada memori yang blm ter-recall. Jazakumullah khairan katsiir IPLF, telah menjadi jalan bagi tersebarnya ilmu ini oleh Bapak Bagus Riyono :)

 *especially thanks to mbak Arifah, my sist fillah. For your stimulus to me, to post this words hihi :) *correct me if I wrong, sista. Jazakillah :*

=====================
-to be continued...

No comments:

Post a Comment